Ilmu Faraidh atau ilmu yang mempelajari tentang pembagian harta
adalah ilmu yang mulia, bahkan Allah Ta’ala senirilah yang menentukan bagian-bagiannya.
Allah Ta’ala yang secara langsung (tidak melalui nabi & rasul) menjelaskan
ilmu faraidh secara rinci kepada umat manusia (dalam al-Qur’an). Ilmu faraidh
adalah ilmu yang pertama kali dicabut dari umat nabi Muhammad r sebelum hari kiamat. Sebagaimana yang disabdakan Nabi r, "Pelajarilah ilmu faraid, karena ia
termasuk bagian dari agamamu dan setengah dari ilmu. Ilmu ini adalah yang
pertama kali akan dicabut dari umatku." (HR
Ibnu Majah, al-Hakim, dan Baihaqi)
Berbicara
tentang waris dalam hukum Islam, terlebih dahulu kita harus mengetahui
sebab-sebab yang menjadikan seseorang mendapatkan hak waris dari kerabatnya
yang lain. Sebab-sebab orang yang berhak mendapatkan warisan, diantaranya
adalah:
1.
Nasab
(keturunan) yakni kerabat.
2.
Pernikahan
3.
Wala’,
yaitu seseorang yang memerdekakan budak laki-laki atau budak perempuan.
Jadi jika ada pernikahan yang sah antara calon suami dan istri,
ketika suami wafat, istri mendapatkan hak waris. Begitupun sebaliknya, ketika
istri wafat, suami mendapatkan hak waris. Sebagaimana yang termaktub dalam
kitab al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 12 yang artinya,
“Dan bagimu (suami-suami)
seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu jika mereka
tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu mempunyai anak maka kamu mendapat
seperempat dari harta yang ditinggalkannya, sesudah dipenuhi wasiat yang mereka
buat atau (dan) setelah dibayar hutang-hutangnya. Para istri memperolah seperempat
harta yang kamu tinggalakan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan
sesudah dipenuhi wasiatyang kamu buat atau (dan) sudah dubayar
hutang-hutangmu.”
Dan hal-hal yang menghalangi seseorang untuk menerima harta warisan
adalah:
1.
Kekafiran
لا يرث الكافر المسلم ولا المسلم الكافر
“Orang kafir tidak dapat mewarisi orang
muslim, dan orang muslim tidak dapat mewarisi orang kafir.” (HR. Ahmad)
2.
Pembunuhan
ليس للقاتل من تركة المقتول شيء
“Seorang pembunuh tidak berhak mendapatkan
harta warisan sedikitpun dari orang yang dibunuhnya.” (HR. Ibnu Abdul Barr)
3.
Perbudakan
4.
Perbuatan
zina
5.
Li’an
6.
Bayi
yang meninggal saat lahir
Berdasarkan ketentuan di atas, hubungan nasab (darah) merupakan
syarat yang benar-benar harus terpenuhi jikaahli waris adalah anak (keturunan)
dari pewaris. Dan anak tersebut harus dari hasil pernikahan kedua orang tuanya
yang sah sesuai syari’at Islam. Namun jika tidak ada ikatan pernikahan antara
keduanya, maka otomatis si anak putus hubungan dengan bapaknya karena si bapak
juga tidak ada ikatan dengan ibunya. Jadi si anak tersebut hanya dinasabkan
kepada ibunya saja. Dan hubungan nasab dengan bapaknya terputus.
Jadi, jika ibunya wafat, anak tersebut mendapatkan hak waris dari
ibunya. Begitu pula sebaliknya, jika anak tersebut wafat, ibu mendapat hak
waris dari anaknya. Sedangkan jika ayahnya wafat, anak tersebut tidak
mendapatkan hak waris dari ayahnya. Begitu juga sebaliknya, jika anak tersebut
wafat, ayah tidak mendapatkan hak waris dari anaknya.
Sebagai contoh, jika ad perempuan yang ingin menikah dengan
laki-laki yang membawa anak bawaan dari hasil zina atau hasil pernikahan yang
tidak sah, maka anak itu tidak mendapatkan hak waris dari ayahnya. Tapi mereka bisa
mendapatkan hak selain dari hak waris, seperti hadiah atau wasiat.
Demikian pembahasan warisan bagi anak hasil zina. Makalah ini
dibuat untuk memahamkan saudara sekalian dan sebagai syarat memenuhi tugas mata
kuliah semester 3. Semoga bermanfaat…
Wallahu a’lam bish showab..
Diambil dari kitab Minhajul Muslim karya Abu Bakar Jabir al-Jaza'iri
0 comments:
Post a Comment