بسم الله الرحمن
الرحيم
v
الوجيز فى الفقه الاسلام )الدكتور وهبة الزهيلى ص20 (
Pengertian
Yaitu air bekas yang didapatkan dari air yang
dipakai setelah wudhu, mandi janabah dan menghilangkan najis. Air musta’mal
berbeda dengan air bekas air mencuci tangan, membasuh muka atau keperluan
lainnya, karena air tersebut statusnya masih mutlak yang bersifat suci dan
mensucikan. air itu tidak disebut sebagai air musta’mal karena
bukan digunakan wudhu atau mandi janabah.
Hukum
1. Malikiyah: suci mensucikan secara mutlak
2. Hanafiyah: suci mensucikan untuk menghilangkan najis saja, dan tidak untuk
mengangkat hadats
3. Syafi’iyah dan Hanabilah: suci tidak mensucikan, tidak bisa untuk
menghilangkan najis dan mengangkat hadats
Kesimpulan
Yang rojih adalah pendapat yang pertama yaitu
pendapat Malikiyah karena kesucian air tidak hilang
hanya dengan disentuh manusia dan bertemunya sesuatu yang suci dengan yang
suci. bbDalilnya:
عن ابن عباس رضى الله
عنهما ان انبي صلى الله عليه وسلم كان يعتسل بفضل ميونة رضى الله عنها )اخرجه مسلم(
“Dari ibnu Abbas R.A Bahwa Nabi Muhammad SAW
pernah mandi dengan air bekas maimunah ra.” (HR.Muslim)
v
فقه السنه للنساء
Air musta’mal yaitu air yang jatuh dari
anggota wudhu atau selainya, dan ia tetap suci lagi mensucikan, selama bau,
warna, dan rasanya tidak berubah karena bercampur dengan najis. Para sahabat
pun duhulu berlomba-lomba untuk mendapat air bekas wudhu Nabi SAW (yang jatuh).
v المغني (ابن
قدمة) ج :۱, ص : ٤٣-٤٤
Air
musta’mal adalah air yang menetes dari anggota-anggota tubuh orang yang
berwudhu dan juga orang yang mandi. Dari pendapat ini dapat dipahami bahwa air
yang telah digunakan untuk menghilangkan hadats dianggap sebagai air yang suci
tetapi tidak mensucikan. Ia tidak dapat
menghilangkan hadats dan juga najis. Pendapat ini dikemukakan oleh Abu Laits
dan Auza’I, serta merupakan pendapat yang masyhur dari Abu Hanifah.
Pendapat
lain dari Imam Ahmad, yaitu bahwa air seperti itu merupakan air yang suci dan
mensucikan. Pendapat ini dikemukakan oleh Hasan, Atha’, An Nakha’i, Az Zuhri, Makhul, orang-orang yang berpegang pada makna
zhahir.
Diriwayatkan
dari Ali, Ibnu Umar dan Abu Umamah bahwa barang siapa yang lupa untuk mengusap
kepalanya , kemudian dia menemukan sisa-sisa air dijenggotnya, maka ia
dibolehkan untuk mengusap kepalanya dengan sisa-sisa air tersebut. Dalilnya
adalah bahwa Nabi SAW pernah bersabda,
الماء لا ينجب
“Air itu tidak ikut junub.” (HR. Abu Daud)
Hadits
diatas telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitab Musnad, serta oleh Ibnu
Majah dan yang lainnya. Selain itu, juga disebabkan karena yang dibasuh adalah
sebuah tempat yang suci, maka status suci yang melekat pada air itu pun tidak
hilang karenanya. Hal itu sama halnya ketika air itu digunakan untuk mencuci
pakaian. Sebaba air itu hanya mengenai sebuah tempat yang suci , maka ia pun
tidak keluar dari hukum aslinya setelah ia melaakukan tugasnya. Hal itu
tidaklah berbeda dengan pakaian yang digunakan untuk sholat berkali-kali.
Sementara
Abu Yusuf berkata, air itu najis. Ini merupakan satu riwayat dari Abu hanifah. Sebab
Nabi SAW pernah bersabda,
“Janganlah
salah seorang diantara kalian kencing di air yang tidak mengalir dan janganlah
dia mandi junub dengannya.” (HR. Abu Daud)
v تمام المنة (ابو عبد الرحمن عادل بن
يوسف العزازي) ج : ۱ , ص : ۱٦-۱۷
Air
Musta’mal adalah air yang terpisah dari anggota tubuh orang yang berwudhu dan
mandi. Hukumnya hukum asli yaitu suci mensucikan.
1.
Dari
Rubayyi’ binti Mu’awwid ra berkata, “Sesungguhnya Rasulullah SAW mengusap
kepalanya dengan sisa air yang ada ditangannya,”
2.
Umumnya
Firman Allah Ta’ala, “Jika kalian tidak mendapatkan air maka bertayamumlah”
(QS. Al Maidah: 6). Yang dimaksud “air” dalam ayat ini yaitu jika tidak ada
dalil yang menunjukkan keluar dari kesuciannya maka hukumnya tetap pada hukum
asli yaitu suci lagi mensucikan.
3.
Jelas
keasliannya karena sesungguhnya air itu suci bercampur dengan anggota tubuh
yang suci, maka tidak menghilangkan kesuciannya.
Wallahu A’lam
Bish Showab…
0 comments:
Post a Comment