Pages

Subscribe

Monday, 27 April 2015

ISLAM MODERAT



A.   Pendahuluan

Kaum muslimin yang hidup di zaman yang penuh fitnah sekarang ini ibarat menggenggam bara api. Di antara fitnahnya datang dari orang-orang barat yang senantiasa tidak akan ridha terhadap Islam hingga kaum muslimin mengikuti millah mereka. Sebagaimana yang telah termaktub dalam kitab suci al-Qur’an,
وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ الْيَهُودُ وَلَا النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
“Dan orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka…” (QS. Al-Baqarah: 120)
Beberapa tahun belakangan ini telah muncul berbagai istilah-istilah serapan dari barat yang kemudian disandingkan dengan kata Islam. tentu perkawinan kata tersebut sudah pasti mempunyai misi dan visi yang terselubung dimana jika tidak dilihat dan diteliti secara cermat, maka akan menimbulkan berbagai problem yang mendera kaum muslimin. Sesungguhnya Islam adalah Islam, tidak ada Islam kanan atau Islam kiri. Tidak ada Islam radikal, Islam Fundamental maupun Islam abangan.
Salah satu contoh kongkrit yang muncul dari barat adalah adanya golongan yang menamakan diri mereka sebagai “Jaringan Islam Liberal” yang sering kita dengar dengan singkatan JIL. Sedangkan dari segi terminologi liberal sendiri berarti bersifat bebas atau berpandangan bebas[1]. Bagaimana mungkin Islam sebagai agama yang sudah mempunyai aturan yang terikat dan jelas, harus diliberalkan atau dibuat sedemikian bebas yang sesuai dengan kondisi zaman.
Kemudian salah satu istilah yang marak di kalangan cendekiawan muslim yaitu “Islam Moderat”. Apakah sebenarnya Islam Moderat ini? Dan dari manakah paham ini muncul? Lewat makalah inilah penulis akan berusaha memaparkan tentang apa yang dimaksud dengan istilah Islam Moderat.
           

B.     Islam Moderat Paham dari Barat

Saat ini kaum muslimin terjatuh dalam malapetaka besar dan krisis dalam segala bidang karena sikap mereka yang salah terhadap syari’at Islam. Mereka adalah kaum ‘cendekiawan’ muslim yang silau dengan kemajuan Barat, minder untuk berpegang teguh dengan syari’at Islam. Bagi mereka, kemajuan dan sikap moderat adalah mencampakkan bagian-bagian syari’at Islam yang tidak disukai oleh Barat dan memahami Islam sebagaimana pemahaman yang diinginkan oleh tuan-tuan besar Barat.[2]
Mereka para kaum intelektual didikan Barat, atas nama kemajuan, perubahan zaman, ‘ijtihad’, ‘tajdid’, ‘reformasi’, ‘studi kritis’ dan istilah-istilah menawan tapi beracun lainnya, mereka tanpa sedikit pun merasa bersalah mengacak-acak dan menusuk hal-hal yang telah baku dalam syari’at Islam.[3]
Para tokoh Liberal juga telah banyak membahasnya dalam artikel mereka, salah satunya adalah tokoh Ulil Abshar Abdalla[4] yang dimuat dalam situs www.islamlib.com.
Kata ‘moderat’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti cenderung ke arah jalan tengah.[5] Dan sekarang kata itu disandingkan dengan kata Islam yang kemudian menimbulkan makna baru.
Ulil Abshar Abdalla memberikan pengertian Islam Moderat dengan menukil ucapan dari Tawfik Hamid, “Islam yang menolak secara tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi. (Baca artikelnya yang berjudul “Don’t Gloss Over The Violent Texts” di Wall Street Journal, 1/9/2010).[6]
Dalam pandangan Ulil, Islam Moderat dalam bahasa Arab diistilahkan dengan “Al-Islam Al-Wasat” atau moderasi Islam yang kemudian ia ungkapkan dengan frasa “Wasathiyyat Al-Islam.”[7]
Jika mereka para Liberalis memaknai “Al-Islam Al-Wasat” adalah dengan istilah Islam Moderat, maka secara eksplisit bisa disimpulkan bahwa Islam Moderat memiliki lawan yaitu “Islam Radikal” yang berarti “Islam yang mendukung secara tegas hukum-hukum agama yang membenarkan kekerasan dan diskriminasi.”[8]
Istilah ini sebenarnya secara tidak langsung telah mendiskreditkan kaum muslimin yang memperjuangkan hukum-hukum syari’at agar bisa ditegakkan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi maupun secara umum.
C.    Pola Pemikiran Liberal
            Paham Islam moderat tidak lepas dari pemahaman Liberalisme, karena memang salah satu tujuan adanya pemikiran ini adalah menghasilkan pemahaman bebas yang lebih cocok dengan tuntutan zaman.  Pemikiran Liberal di sini memiliki beberapa kecenderungan sebagai berikut:[9]
1.      Pemikir yang memakai pendekatan rekonstruktif, yaitu melihat tradisi dengan perspektif pembangunan kembali. Maksudnya, agar tradisi suatu masyarakat beragama tetap hidup dan bisa diterima, ia harus dibangun kembali secara baru dengan kerangka modern.
2.      Penggunaan metode dekonstruktif. Maksudnya, percaya bahwa turats tetap akan relevan di era modern selama ia dibaca, diinterpretasi dan dipahami dengan standar modernitas.
Dalam pemikiran ini, banyak sekali lompatan pemikiran sehingga menonjolkan sikap kritis inovatif dan acap kali pemikir tipe ini melontarkan gebrakan-gebrakan yang menghebohkan umat sebagaimana yang dilakukan oleh Ulil Abshar Abdalla.[10]
D.    Syari’at yang dimoderatkan
            Istilah Islam moderat ini disematkan kepada orang-orang yang kaku dalam memahami Islam, dalam artian kurang dalam pemahaman ajaran Islam. Sehingga mudah bagi mereka untuk bisa percaya dan membenarkannya.
            Kemudian hukum-hukum Islam inilah yang menjadi sorotan kaum Liberal dimana mereka anggap keras dan sarat dengan diskriminasi. Dapat dilihat dari beberapa aspek yang mereka anggap keras, kejam dan tak berperikemanusiaan seperti:[11]
1.      Aspek pidana Islam: seperti hukum potong tangan bagi pencuri yang sudah mencapai nishab, hukum qishash bagi pembunuh, hukum mati terhadap orang Islam yang murtad dan lain sebagainya yang dianggap keras.
2.      Aspek perdata Islam: seperti wanita muslimah tidak boleh menikah dengan laki-laki kafir, dalam pembagian harta waris wanita hanya mendapatkan setengah dari laki-laki, wajibnya berjilbab bagi wanita yang sudah baligh atau bolehnya poligami bagi laki-laki dan lain sebagainya.
3.      Aspek hukum jihad fi sabilillah dan hal-hal yang berkaitan dengannya yang sering mereka sebut dengan istilah “perang suci”.
Jika yang dimaksudkan dengan hukum yang keras dan diskriminatif adalah seperti di atas, maka hal tersebut telah masuk pada ranah oto-kritik terhadap syari’at Islam. sehingga banyak syari’at yang harus dimoderatkan, dirubah secara totalitas karena sudah tidak relevan pada zaman modern.
Padahal telah jelas, al-Qur’an dan as-Sunnah diturunkan oleh Allah Ta’ala kepada Rasul-Nya, adalah sebagai pedoman hidup bagi manusia, baik dalam urusan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara maupun dunia. Tujuannya agar mereka meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat serta meraih hikmah di balik semua syari’at-Nya.[12]

E.     Upaya para Intelektual Muslim Moderat dalam Membonsai Syari’at

            Tidak lain dan tidak bukan, tujuan mereka adalah merubah akidah, akhlak dan pemahaman umat Islam agar sesuai dengan pesan-pesan Barat yang telah mengajari, memberi ‘gelar kesarjanaan’ dan menaikkan pamor mereka sebagai ‘intelektual muslim moderat’. Mereka ingin agar syari’at Islam, kaum muslimin dan juga tatanan hidup mereka tunduk pada perubahan dan situasi kehidupan Barat. Di antara kegiatan-kegiatan mereka adalah:[13]
a.       Kampanye besar-besaran pluralisme agama (semua agama baik dan benar, kebenaran Islam hanya relatif (nisbi) tidak mutlak, agama-agama lain juga benar).
b.      Kampanye besar-besaran liberalisme agama (Fikih lintas agama, fikih ‘minoritas’, homoseks boleh, pernikahan muslimah dengan laki-laki non-muslim boleh dan seterusnya).
c.       Kampanye besar-besaran sekularisme (Syari’at Islam hanya untuk bangsa Arab, kuno, ketinggalan zaman, syari’at Islam kejam, biadab, tak berperikemanusiaan, syari’at Islam tidak menghargai keberagaman, diskriminatif, memecah-belah bangsa dan lain-lain).
d.      Kampanye besar-besaran emansipasi ala Barat dan kesetaraan gender (persamaaan hak waris antara laki-laki dan wanita, larangan poligami, persamaan hak laki-laki dan wanita dalam ruang publik dan lain-lain).

F.     Penutup

            Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa istilah Islam moderat yang telah marak di kalangan para intelektual muslim didikan Barat memiliki tujuan yaitu memahamkan kepada para kaum muslimin, bahwa syari’at Islam dan tatanan hidup mereka harus maju, berubah mengikuti zaman yang semua itu tak lepas dari dunia Barat dan juga dalam rangka memecah-belah persatuan kaum muslimin.
            Padahal agama Islam dengan syari’at-syari’atnya yang sempurna dan sarat dengan hikmah telah menuntun umatnya kepada kedamaian, kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, maka tidak selayaknya bagi seorang hamba menggunakan akal pikirannya yang lemah untuk menegosiasi hukum-hukum yang sudah ditetapkan Allah Ta’ala kepada manusia, karena apa yang telah menjadi ketetapan hukum dari Allah bukan lah hal yang perlu dilogikan lagi, mengingat logika manusia sebagai makhluk itu jelas sangat terbatas.

REFERENSI

Al-Qur’anul Karim, Bandung: PT Syamil Cipta Media.
Abu Ammar dan Abu Fatiah Al-Adnani, Mizanul Muslim, jilid: 2, cet pertama, Cemani Solo: Cordova Mediatama, Mei 2010
Handrianto, Budi, 50 Tokoh Islam Liberal Indonesia, cet. ke-7, Jakarta Timur: Hujjah Press, Juni 2010
Kamus Besar Bahasa Indonesia versi (Al-Kamil)
Riyadi, Ahmad Ali, Dekonstruksi Tradisi, cet-1, Sleman, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, Januari 2007


[1] Kamus Besar Bahasa Indonesia versi (Al-Kamil)
[2] Abu Ammar dan Abu Fatiah Al-Adnani, Mizanul Muslim, jilid: 2, cet-1, Cemani Solo: Cordova Mediatama, Mei 2010. Hal. 289-290.
[3] Ibid.
[4] Seorang pendiri dan koordinator Jaringan Islam Liberal, lahir di Pati, Jawa Tengah pada tanggal 11 Januari 1967. Atas kiprahnya dalam mengusung gagasan pemikiran Islam liberal itu, Ulil disebut sebagai pewaris pembaru pemikiran Islam melebihi Nurcholis Madjid.
[5] Kamus Besar Bahasa Indonesia versi (Al-Kamil)
[7] Ibid.
[8] Ibid.
[9] Ahmad Ali Riyadi, Dekonstruksi Tradisi, cet-1, Sleman, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, Januari 2007, hal. 169.
[10] Ibid.
[11] Ibid.
[12] Abu Ammar dan Abu Fatiah Al-Adnani, Mizanul Muslim, jilid: 2, cet-1, Cemani Solo: Cordova Mediatama, Mei 2010. Hal. 272.
[13] Ibid. Hal. 290

0 comments:

Post a Comment